Sesekali mereka singgah di pantai Bali bukanlah untuk berkunjung, tetapi hanya perlu mencari air bersih dan segera pergi untuk mencari rempah-rempah, bila perlu mereka berusaha mendapat daerah baru. Bangsa Spanyol beberapa kali melihat pulau mungil yang disebut Jawa Minor, hanya dari atas kapalnya.
Sir Frances Drake tahun 1580 pernah mengunjungi Bali demikian juga Thomas Cavendish tahun 1585 bahkan sampai ke Blambangan. Namun mereka tidak membuat catatan apapun sebagai bukti.
Catatan tertua mengenai Bali antara lain adalah yang dibuat seorang Belanda bernama Lintgens, salah seorang dari anak buah kapal yang dinakhonai oleh Cornelis de Houtman pelaut bangsa Belanda. Dalam laporannya banyak menyangjung keindahan alam dan budaya kehidupan Bali. Jaman itu masyarakat dunia belum tertarik kepada Bali, karena tidak ada barang dagangan di Bali, seperti kayu cendana dan rempah-rempah.
Tetapi akhirnya bangsa Belanda mulai tertarik dan pada tahun 1601 mengirim utusan resmi ke Bali dibawah pimpinan Admiral Cornells van Heemskerck dengan membawa surat dari raja Belanda Prince Maurits juga membawa hadiah-hadiah berharga. Raja Bali menyambut baik kerjasama, malahan ada kata-kata dari Raja: "Bali dan Belanda adalah satu".
Keberangkatan kembali ke Belanda, kepada Heemskerck selain diberikan cendramata juga dihadiahi seorang gadis Bali yang molek. Heemskerck dengan halus menolak hadiah istimewa ini, tetapi raja mengatakan, bahwa kurang sopan menolak pemberian yang tulus. Ucapan raja "Bali dan Belanda adalah satu" yang mengandung falsafah tinggi, tattwam asi, diartikan lain oleh orang Belanda, bahwa orang Bali sangat kompromis. Apa yang terjadi tahun-tahun kemudian ternyata Belanda sangat sulit untuk menaklukkan Bali.
Sejarah Indonesia dibawah kekuasaan Belanda.
Setelah Bali ditaklukkan Belanda pada awal abad 20, para arkeolog, antropolog dan budayawan Belanda menemukan peninggalan sejarah yang sangat luar biasa di Bali. Mereka baru mengerti kalau Bali yang "kecil" itu menyimpan sesuatu sangat "besar" nilainya yang selama ini diabaikan.bangsa Barat. Setelah dipelajari mereka makin terpesona, sehingga mereka memproteksi Bali secara ketat. Bahkan penyebar agama yang disebut missionaries pun dihambat dan kedatangan turis dibatasi oleh para budayawan Belanda terutama Dr. H.N. van der Tuuk, J.F. Liefrinck dan Dr. R.Goris. Tahun 1928, mereka mendirikan suatu badan berbentuk yayasan dengan nama "Stichting van Liefrinck en Van der Tuuk" yang diresmikan oleh J. Caron, resident Bali dan Lombok.
Setelah itu para peneliti asing bersama-sama dengan para cendekiawan Indonesia mengadakan penelitian terhadap sejarah Bali bersumber dari babad dan naskah kuna lainnya peninggalan kerajaan-kerajaan di Bali dan Jawa. Mereka dalah Prof. Brandes, Berg, Kern, Krom, Pigeaud, Teeuw, Uhlenbeck, and Zoetmulder, dan banyak lainnya.
Pada "jaman Belanda" itu juga muncul babad-babad baru, seperti babad Mengwi, Babad Buleleng, Babad Tabanan dan banyak lagi bermunculan setelah itu.
Sampai sekarang pulau Bali yang cantik mungil ini tetap menjadi "santapan yang lezat" bagi para peneliti baik yang tua maupun peneliti muda dari seluruh dunia. Sepertinya mereka berlomba untuk membuka tabir yang menyelimuti kekayaan budaya Bali yang dianggap masih penuh misteri dengan kulitnya yang berlapis-lapis. Memang misteri selalu mempunyai daya tarik.
Namun kekawatiran bisa muncul, bilamana terdapat perbedaan interpretasi dan akhirnya bisa membingungkan orang Bali sendiri. Oleh karena itu, kita perlu menyadari dengan ikut aktif dengan para akhli dari negeri asing.
0 komentar:
Posting Komentar